Friday, June 8, 2007

BOLEHKAH PEREMPUAN MELAYANI?

Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. (Gal. 3:28)

Sekelumit syair lagu yang berbunyi ‘wanita dijajah pria sejak dulu…’ mengusik saya. Realitanya, memang perempuan selalu dijadikan makhluk kedua atau bahkan ke sekian. Coba perhatikan, dalam budaya Jawa perempuan itu ‘konco wingking’ (teman belakang). Dalam budaya Tiongkok kuno, jika lahir bayi perempuan bisa ditukar dengan seekor kambing atau binatang lainnya yang dianggap lebih bermanfaat. Budaya Batak dulu pun mengatakan hal yang sama, ‘ucok lebih baik daripada butet’. Sehingga kalau ucok lahir, keluarga itu rela berhutang untuk merayakan hari lahir itu secara meriah. Hal itu tidak pernah terjadi jika butet yang lahir.
Jadi bagaimana? Apakah kita pun ikut-ikutan melarang anggota keluarga kita, yang berjenis kelamin perempuan, terlibat dalam pelayanan? Baik itu pelayanan di gereja, komsel atau pelayanan Kristen yang lain? Padahal kita tahu juga bahwa bukan hanya laki-laki saja yang membawa gambar Allah? Paulus telah memulai dengan pernyataan seperti yang dikutip dalam nats di atas. Baginya, dalam Kristus, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Semuanya sama. Tuhan tidak pernah memberi penilaian lebih kepada laki-laki dibanding kepada perempuan. Kalau memang begitu, tentu akan bertentangan dengan sifat Allah yang maha adil itu. Kalau memang perempuan itu mempunyai kompetensi dasar untuk terlibat dalam pelayanan Kristen, mengapa tidak dikembangkan? Toh di gereja lebih didominir oleh perempuan, bukan?
Jadi, kalau memang mampu dan mau, perempuan pun harus bisa membagikan hidup kepada semua orang dalam pelayanan, asal tidak meninggalkan tanggung jawab dalam rumah-tangganya. [AR]


BERKACA PADA PELANGI

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kej. 1:27)

Pernahkah Anda terlibat dalam adu argumentasi, dan Anda merasa bahwa pendapat Andalah yang paling benar? Sering terjadi, jika keadaan sudah memanas, kita bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan lawan bicara kita. Apapun yang dikatakan olehnya pasti salah. Kalaupun perdebatan itu selesai, namun hati kita masih kesel dan mungkin gondok, jika mengingat perdebatan itu lagi. Tahukah Anda, ternyata perbedaan pendapat semacam ini sudah dimulai sejak manusia berada di Taman Eden dan sudah memakan banyak korban.
Menurut saya, harus ada kemauan untuk ‘menahan diri dan sabar’ jika sampai terjadi perdebatan (Yesus telah memberi teladan untuk ini). Apabila keadaan semakin memanas karena ketidaksepakatan, jalan terbaik yang diperlukan adalah nasihat Alkitab supaya dapat melahirkan keputusan yang bijaksana. Jika tujuan sama, walau cara tidak sama, yaitu untuk memuliakan Allah, sebenarnya tidak perlu sampai kepada keributan besar. Tidak perlu sakit hati dan mendendam.
Masalah sering muncul karena kita memaksa orang lain harus menjadi sama seperti kita. Baik dalam cara menyusun konsep pikir, cara menyampaikan pendapat, bahkan sampai ke gaya bicara, semua harus seperti kita. Itu sebabnya kita merasa nyaman dekat dengan orang yang sama seperti kita, dan tidak nyaman jika kita dekat dengan orang yang tidak sama dengan kita. Padahal itu jelas tidak mungkin. Karena Tuhan membuat manusia itu unik, tidak ada duanya.
Dari nats di atas, pernahkah Anda berpikir mengapa Tuhan tidak membuat hanya laki-laki atau perempuan saja? Bukankah Tuhan bisa membuat hanya laki-laki atau perempuan saja? Mengapa dalam gambar pemandangan, warna langit tidak sama dengan gunung, sungai, pohon, burung dan sebagainya? Kepelbagaian adalah keindahan. Pelangi itu sangat indah justru karena terdiri dari berbagai macam warna yang terikat dalam kesatuan. [AR]


MERTUA JUGA MANUSIA

“Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa.” (1 Tim. 5:1)

Kalau sudah menikah dan ternyata belum bisa beli rumah sendiri, maka “Rumah Mertua Indah” pun menjadi pilihan terakhir. Dan, bagi mereka yang pernah tinggal bersama mertua, pasti pernah merasakan betapa ‘menyenangkan’ tinggal bersama mereka. Atau, mungkin kasusnya lain. Yaitu karena sudah ‘mapan’ ekonominya dan bisa membeli rumah, maka mertuanya diajak untuk hidup bersamanya. Mungkin dua kasus ini sama, namun berbeda. Tapi tetap ada persamaannya, yaitu tinggal bersama mertua.
Secara psikologis, setiap orang tua akan mengalami masa-masa regresi, dimana ia akan kembali ke tingkah laku kekanak-kanakan. Minta diperhatikan, mudah pundung, suka ke tetangga dan menceritakan kejelekan menantunya di sana. Wah, pasti sangat menjengkelkan sekali. Sebagai contoh, menantu sudah mempersiapkan sarapan pagi buat mertua, dan mertua pun sudah makan sarapan yang sudah disediakan. Tidak ada masalah. Tapi, begitu mertua keluar rumah, ke rumah tetangga, ia bisa saja ‘lupa’ bahwa telah sarapan pagi, dan meminta sarapan di rumah tetangga tersebut. Tentunya, jika menantu mendengar hal ini, bisa menimbulkan kekecewaan. Sehingga seringkali ditemukan, hubungan antara mertua dengan menantu tidak harmonis.
Jadi bagaimana? Supaya mertua ‘betah’ di rumah, coba usahakan meminjam kaset kotbah di gereja atau video yang bisa membangun kerohaniannya. Ikut komsel lansia, supaya dalam komunitas yang sehat itu ia bisa bertumbuh. Walaupun menjengkelkan, jangan sampai mertua dibentak-bentak dengan kasar. Apalagi sampai dipukul atau dimaki-maki. Di samping itu tidak manusiawi, juga sangat tidak Kristiani. Ingat sekali kelak, kita pun akan menjadi tua, dan mungkin lebih menjengkelkan dari mertua kita. [FL]


MAHKOTA DAN KEBANGGAAN

Anak-anak cucu adalah mahkota bagi yang lanjut usia, dan para orang tua adalah kebanggaan bagi anak-anak mereka. (Amsal 17:6 NIV)

Pada masa kini, bukan lagi hal yang luar biasa jika kita menelusuri latar belakang seorang kriminal atau orang yang melakukan hal-hal yang ekstrim dan negatif adalah orang yang memiliki hubungan yang tidak harmonis dalam keluarganya. Entah dia berasal dari keluarga yang ‘broken home’ (orang tuanya bercerai) atau berada dalam suatu keluarga namun orang tuanya tidak berfungsi dan hubungan antar anggota keluarganya tidak harmonis.
Jika kita merenungkan ayat di atas, kita akan menyadari bahwa Tuhan menghendaki adanya keharmonisan dan kebahagiaan dalam setiap keluarga yang takut akan Dia. Ini berarti Tuhan mau kita sebagai anggota keluarga baik sebagai orang tua, anak bahkan cucu, mengupayakan terjalinnya hubungan yang harmonis tersebut.
Untuk mencapai hal tersebut Firman Tuhan berkata agar kita menjadi terang yaitu yang memancarkan cahaya sekalipun keadaan di sekeliling kita berada dalam kegelapan. Artinya kita perlu berinisiatif untuk mengupayakan keharmonisan dalam keluarga kita. Usaha itu bisa dikerjakan dengan berbagai macam cara dan ditumbuhkan dalam kebersamaan.
Sahabat NK, mari kita taat pada FirmanNya. Sebagai anak marilah kita belajar untuk dapat menghormati orang yang diatas kita. Sebagai orang tua marilah kita menjadi teladan dan mendidik anak cucu kita dalam kebenaran. Keluarga yang harmonis akan mewariskan berkat dan kebahagiaan bagi anak cucunya. Sehingga anak cucu kita akan seperi mahkota dan kita akan menjadi kebanggaan bagi anak-anak kita. [WT]

Thursday, June 7, 2007

TELADAN ORANG TUA

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu” (2 Timotius 1:5).

Ada satu hal yang membuat saya tertawa melihat tingkah anak perempuan saya Angel, yang baru berusia 2,5 tahun. Anak ini kalau mau berdoa selalu sujud. Mamahnya bertanya, mengapa kok doanya sujud. Dia menjawab “seperti papa”. Rupanya setiap tengah malam Angel selalu mengintip ketika papahnya berdoa sambil sujud. Sikap inilah yang diperbuat oleh anak saya.
Anak meniru teladan orangtuanya. Bila orangtuanya memberikan contoh tidak baik, maka anak akan terbawa menjadi tidak baik pula. Sebaliknya bila yang dicontohkah adalah baik, akan membawa anak kepada kebaikan juga.
Timotius, seorang hamba Tuhan muda yang dipercayakan untuk memegang sebuah jemaat. Kehidupannya tidak terlepas dari keteladanan yang diberikan orangtuanya. Ibunya, Eunike adalah seorang yang saleh dan setia melayani. Kehidupan ibunya inilah yang dicontoh oleh Timotius, sampai menghantarkan dirinya untuk menjadi seorang gembala sidang. Ternyata, peranan Eunike terhadap Timotius dipengaruhi juga oleh keteladanan yang ditunjukkan oleh ibunya, Lois. Kehidupan Loislah yang dicontoh oleh Eunike.
Sahabat NK, apa yang kita lakukan di hadapan anak, baik disengaja atau tidak, berpengaruh kepada diri anak tersebut. Bila yang dilihat anak kita adalah perbuatan yang jahat dan tidak pantas, maka anak pun akan melakukannya secara spontan. Oleh karenanya, berikanlah teladan yang baik kepada anak-anak kita. Sikap yang baik tersebut antara lain: suka membaca firman Tuhan, berdoa, jujur, setia beribadah, suka memberi, dan lainnya. Tinggalkanlah kehidupan yang berkesan baik kepada anak-anak kita. Sehingga kelak di kemudian hari, mereka bisa menjadi orang-orang yang dapat diandalkan dan menjadi berkat bagi orang banyak. ***[TT]


MENGIKIS PERKATAAN KOTOR

“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23)

Bergurau tentu saja tidak dilarang. Namun, apabila gurauan itu sudah menjurus kepada perkataan kotor dan najis, kita harus siap-siap menghentikannya. Biasanya bila sedang asyik ngobrol dengan seorang teman, tanpa disadari perkataan kita kemudian menjurus kepada kata-kata yang seharusnya tidak pantas untuk diucapkan. Sebab perkataan jorok yang keluar dari mulut seseorang, menandakan bahwa hatinya pun begitu.
Penulis Amsal mengingatkan mengenai pentingnya menjaga hati dengan waspada. Waspada berarti siap siaga setiap saat, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Mengapa hati kita perlu dijaga? Karena dari hati inilah yang menentukan siapa diri kita sebenarnya. Hal ini bisa terlihat dari perkataan yang diucapkannya sebagai curahan isi hatinya. Bila perkataan kotor yang keluar, menandakan hatinya kotor. Akibatnya, kehidupannya menjadi tidak sehat.
Menjaga hati tetap suci, termasuk dalam hal berkata-kata adalah hal yang sangat penting. Bila tidak waspada, maka bisa keluar kata-kata kotor dari mulut kita. Dan bila ini dibiarkan akan menyebar ibarat penyakit kanker ganas yang merusak seluruh tubuh. Satu perkataan kotor dibiarkan keluar dari mulut kita akan membawa kita kepada perkataan kotor berikutnya. Sampai akhirnya, tanpa disadari seluruh kehidupan kita telah berubah karena pengaruh perkataan yang tidak dijaga.
Sahabat NK, marilah kita berhati-hati dalam berkata-kata. Sewaktu bergurau dengan teman, tetaplah jaga perkataan kita. Bila pembicaraannya sudah nyerempet kepada hal-hal kotor, sebaiknya dihindari dan dialihkan topik pembicaraannya. Buanglah segala perkataan kotor dari kamus hidup kita (Kolose 3:8). ***[TT]


SELINGKUH ITU INDAH?

“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibr. 13:4)

Setiap hendak pulang kerja, seorang suami selalu membayangkan wajah istrinya yang tidak menarik. Bagaimana bisa menarik, kalau mandi pun belum, rol rambut masih nempel di seluruh kepala, memakai daster yang itu-itu lagi, duduk di kursi sambil matanya tertuju kepada TV, sedangkan rumah masih berantakan. Maunya, pulang dari kerja, disambut istrinya yang sudah mandi dan berbau harum, kemudian ditanya, “Sayang, mau minum apa?” atau “Mau mandi sekarang atau nanti? Pakai air hangatkah?” atau “Capek? Dipijatin ya?” dan serangkaian kata-kata mesra yang lain. Tapi pertanyaan seperti itu tidak pernah muncul dari bibir istrinya. Ya, minimal waktu makan, istri duduk menemani makan sambil kongkow hal-hal ringan, setelah capek kerja di kantor.
Melihat suasana (yang terus menerus) seperti itu, jam pulang kantor menjadi tidak menggairahkan. Ingin rasanya ia tetap ditemani oleh teman perempuannya di kantor, yang kalau bicara lebih nyambung, lebih hangat dan lebih perhatian dibanding istrinya. Ingin ia lebih dekat lagi dengannya di banding istri yang menjemukan di rumah.
Jika perasaan ini yang Anda alami, Anda sedang masuk daerah ‘lampu merah’ – daerah terlarang. Harus dihindari. Mengapa? Karena Iblis sedang memasang jerat bagi Anda. Coba kita pikir secara logis. Teman kantor rapi, karena ia mau bekerja dan aturan pekerjaan mengharuskan ia tampil rapi. Anda ‘kenal’ dengannya hanya sepintas, tidak seperti istri di rumah. Mungkin kalau menjadi istri, ia tidak lebih baik dengan istri yang ada di rumah, yang sudah teruji kesetiaannya hidup dengan Anda.
Sebagai laki-laki (biasanya yang selingkuh itu laki-laki, walau perempuan juga ada) harus bisa ‘mendidik’ istri supaya bisa keluar dari ‘kebiasaan buruknya’, memanfaatkan waktu yang ada dengan hal-hal positif. Bisa ikut kursus, pelatihan atau apapun baik di gereja atau dimana pun, asal positif. Positif berarti tidak melanggar Firman Allah dan bermanfaat bagi kesejahteraan keluarga, sehingga nama Tuhan dimuliakan. Jangan sekali-kali menghalalkan ‘SII’ di atas. Ingat, Allah tidak bisa dibohongi. ***[AR]
BUKAN LAGI AKU…

Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi Aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku… (Roma 7:20)

“Mengapa saya tidak dapat menguasai diri? Saya tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tetapi rasanya saya tidak mampu melakukannya!” Keluhan ini diucapkan oleh seorang suami yang datang kepada saya untuk meminta nasihat. Keluhan semacam itu, bukanlah yang pertama kali saya dengar. Sebenarnya itu adalah pengalaman yang sangat umum. Rasul Paulus juga pernah merasakan hal yang sama ketika ia berkata, ”…..Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.”
Paulus membedakan antara dirinya sendiri dan kekuatan di dalam dirinya yang tidak dapat dikendalikan yaitu, “bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku”. “Aku” adalah pribadi Paulus, jiwa, kehendak dan pikirannya. “Dosa” yang ada di dalam dia adalah kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, sama halnya dengan kita.
Sahabat NK, kita semua mewarisi temperamen dasar yang terdiri dari temperamen yang baik dan yang tidak baik. Tapi syukur kepada Allah karena Kristus telah mengubah temperamen kita yang kasar, liar dan tidak terkendali menjadi manusia Allah yang lemah lembut dan hidup dalam penguasaan diri.
Mari kita tanyakan kepada suami, istri, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, adakah kita mengalami perubahan temperamen dalam membangun komunitas keluarga sejak kita terima Kristus menjadi pusat hidup kita? Jika kita masih hidup dalam temperamen manusia lama, hari ini masih ada kesempatan bagi kita untuk berubah menjadi manusia rohani yang lebih lemah lembut, sabar dan penuh dengan kasih Kristus, sehingga kita dapat mengatasi perbedaan temperamen dalam keluarga. ***[RB]


JUJURLAH PADA-KU

“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Matius 5:37)

“Jujurlah padaku bila kau tak lagi cinta…” demikianlah ungkapan Ian Kasela, sang vokalis band Radja. Sikap jujur itu sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah hubungan. Sebab tanpa kejujuran, maka hubungan yang pernah dibangun akan mengalami keretakan. Demikian juga dalam sebuah pernikahan. Kejujuran itu adalah nilai esensial guna membangun hubungan komunikasi dalam keluarga. Tanpa adanya kejujuran di dalam keluarga maka keluarga itu tidak akan pernah mengalamii kebahagiaan.
Kalau kita saksikan dalam infotainment di televisi, kebanyakan perceraian rumah tangga di kalangan selebriti terjadi karena tidak berani berkata jujur pada pasangan masing-masing. Ketidakjujuran ini dipakai sebagai alat pemicu untuk mengambil jalan pintas perceraian dengan alasan tidak cocok, padahal permasalahnnya hanya tidak jujur.
Ketika saya dan istri masih berpacaran, satu kata yang menandai ekspresi cinta kami adalah: jujur. Saya berkeyakinan bahwa berkata jujur kepada semua anggota keluarga adalah salah satu kunci untuk mengalami suasana sorga dalam keluarga.
Suatu saat didapati seorang suami yang tidak jujur terhadap pasangannya, hal ini berakibat buruk terhadap pasangannya, berhari-hari tidak terjadi komunikasi dan saling mendiamkan diri. Suatu waktu sang suami mendapat sebuah ide bagaimana supaya mereka bisa kembali saling menegur atau menyapa satu sama lain. Di siang hari sang suami menyalakan obor, kemudian mencari–cari sesuatu seperti kehilangan sesuatu benda. Dengan sangat heran sang istri bertanya “Papa, sedang cari apa? Dengan senang hati sang suami berkata, “Nah… itu yang aku cari!”
Dalam hidup ini kita harus memelihara kejujuran, sebab kejujuran itu akan membawa rumah tangga kita menuju keluarga yang harmonis dan diberkati. ***[RB]


RAHASIA PANJANG UMUR

“Hormatilah ayah dan ibumu –ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”
(Efesus 6:2-3).

Setiap orang pasti merindukan kehidupan yang panjang umur. Dalam sebuah syairnya, Chairil Anwar berkata, “Aku mau hidup seribu tahun lagi.” Untuk mencapai usia yang panjang, berbagai cara diusahakan orang. Dengan mengkonsumsi vitamin misalnya, berolah raga secara teratur, minum jamu, minum jus buah-buahan, minum teh hijau, menjaga makanan yang mengandung kolestrol, dan sebagainya. Semua usaha tersebut memang baik, tetapi Alkitab memberi resep manjur panjang umur: Hormatilah orang tua!
Dalam Alkitab, menghormati ayah dan ibu merupakan perintah Tuhan kelima dari sepuluh perintah Allah. Perintah ini merupakan perintah penting (diulangi 7 kali dalam Alkitab). Mengapa? Sebab dengan menghormati atau berbuat bakti kepada orangtua, maka kehidupan kita akan diberkati.
Janji berkat itu berupa umur panjang. Panjang umur di sini tidak hanya berbicara mengenai kuantitas hidup, tetapi juga kualitas. Apa gunanya panjang umur jika kemudian sakit-sakitan? Jadi, panjang umur itu menyertakan berkat-berkat seperti pemenuhan kebutuhan sehari-hari, diberi kesehatan, diberi sukacita dan damai sejahtera, dan usaha pekerjaan kita menjadi berhasil.
Sikap menghormati orangtua ini bisa berupa perhatian, merawat dan mencukupi kebutuhannya. Di saat lain kita bisa membelikan makanan kesukaannya, atau bisa juga mengajaknya untuk refreshing ke tempat rekreasi. Kesempatan untuk menghormati orangtua kita adalah selagi mereka hidup. Bila mereka telah tiada, maka semua pemberian kita yang enak-enak akan menjadi sia-sia, sebab mereka tidak bisa menikmatinya. Ingin umur panjang berkualitas? Taati resep manjur a la Alkitab dengan menghormati orang tua. ***[TT]
KEMAH SUCI DI HATIKU

“… kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14)

Saat Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan, mereka membangun sebuah kemah suci. Kemah itu merupakan tempat pertemuan Musa dengan Tuhan. Di atas kemah itulah, diam tiang awan dan tiang api sebagai tanda kehadiran Tuhan. Ketika kemah suci dipenuhi kemuliaan Tuhan, tidak ada satupun orang Israel yang berani mendekat apalagi memasukinya. Jika mereka masuk, mereka pasti mati. Begitu pula ketika Bait Suci dibangun, hanya para imam yang dapat masuk ke ruangan Bait Suci untuk membakar ukupan bagi Tuhan, sementara umat Tuhan yang lain hanya dapat berkumpul di pelataran bait suci untuk mempersembahkan korban penebusan dosa.
Namun, ketika Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia, kekudusan itu diberikan lewat penebusan dosa manusia di kayu salib. Setiap orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dalam hidupnya sudah dikuduskan oleh darah-Nya. Kita tidak perlu lagi mempersembahkan korban atau berpuasa ketika hendak bertemu dengan Tuhan. Kapanpun dan di manapun kita bisa datang kepada Tuhan.
Mungkin karena itulah, banyak dari kita yang melupakan dan tidak menghargai kekudusan yang telah Tuhan berikan lewat karya penebusanNya di kayu salib. Karena begitu mudahnya kita meminta ampun atas dosa yang kita perbuat, kita justru melakukan dosa itu lagi. Kita tetap mencemarkan hidup kita dengan berbagai macam dosa dan hal-hal yang mendukakan hatiNya. Maka tak heran jika kehidupan rohani kita meredup hari demi hari. Karena Tuhan sudah tidak berkenan lagi atas hidup kita. Dia tidak dapat lagi tinggal di hati kita karena dosa-dosa yang kita lakukan. Oleh karena itu marilah kita tempatkan lagi kemah suciNya di hati kita, dengan menjaga kekudusan hidup kita, supaya Tuhan berkenan, hadir dan berkuasa atas hidup kita. Sebab tanpa kekudusan, Tuhan tidak dapat berkuasa atas hidup kita. *** [JN]



TENTARA YANG INGIN PULANG

Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, … berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (Lukas 15:20)

Usai berperang, seorang tentara berencana pulang ke negeri kelahirannya. Ia menelepon orang tuanya dan mengabarkan bahwa dia akan segera kembali ke rumah dan ia ingin membawa sahabatnya pulang bersamanya. Namun sahabatnya terluka parah dalam pertempuran sehingga kehilangan satu tangan dan satu kakinya. Dengan rasa prihatin ayahnya berkata bahwa mereka tidak dapat membawa seseorang yang cacat seperti itu untuk tinggal bersama mereka karena hanya akan menambah kesulitan baru kepada keluarga mereka. Sang Ayah juga berkata bahwa sahabatnya akan menemukan cara untuk menghidupi dirinya sediri.
Setelah mendengar jawaban itu, dengan sedih si anak menggantung teleponnya. Beberapa hari kemudian orang tuanya menerima telepon dari polisi di tempat anaknya ditugaskan untuk berperang. Anak mereka terjatuh dari sebuah gedung dan polisi mengidentifikasikan sebagai kasus bunuh diri. Orang tua yang berdukacita tersebut segera berangkat ke tempat kejadian. Mereka mengenali jenazah anaknya, tetapi mereka menemukan sesuatu yang belum mereka ketahui, anaknya hanya mempunyai satu tangan dan satu kaki.
Seringkali kita juga menjadi orang tua yang tidak dapat mengerti keadaan anak-anak kita. Keadaan mereka, baik fisik, mental, dan yang lainnya, membuat kita malu sebagai orang tuanya. Namun mereka justru butuh dukungan dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka butuh sebuah penerimaan dan pengertian.
Tunjukkan kasih kita kepada mereka dengan belajar menerima mereka apa adanya. Bagaimanapun, seorang anak adalah pemberian Tuhan. Ampuni mereka jika mungkin mereka berbuat sebuah kesalahan. Syukuri keadaan mereka dan tetap doakan mereka dengan kasih. Karena dengan sebuah penerimaan membuat mereka merasa dihargai oleh keluarga yang mengasihinya. Dengan begitu, kasih Kristus akan nyata dalam sebuah keluarga. ***[JN]