Thursday, June 7, 2007

TELADAN ORANG TUA

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu” (2 Timotius 1:5).

Ada satu hal yang membuat saya tertawa melihat tingkah anak perempuan saya Angel, yang baru berusia 2,5 tahun. Anak ini kalau mau berdoa selalu sujud. Mamahnya bertanya, mengapa kok doanya sujud. Dia menjawab “seperti papa”. Rupanya setiap tengah malam Angel selalu mengintip ketika papahnya berdoa sambil sujud. Sikap inilah yang diperbuat oleh anak saya.
Anak meniru teladan orangtuanya. Bila orangtuanya memberikan contoh tidak baik, maka anak akan terbawa menjadi tidak baik pula. Sebaliknya bila yang dicontohkah adalah baik, akan membawa anak kepada kebaikan juga.
Timotius, seorang hamba Tuhan muda yang dipercayakan untuk memegang sebuah jemaat. Kehidupannya tidak terlepas dari keteladanan yang diberikan orangtuanya. Ibunya, Eunike adalah seorang yang saleh dan setia melayani. Kehidupan ibunya inilah yang dicontoh oleh Timotius, sampai menghantarkan dirinya untuk menjadi seorang gembala sidang. Ternyata, peranan Eunike terhadap Timotius dipengaruhi juga oleh keteladanan yang ditunjukkan oleh ibunya, Lois. Kehidupan Loislah yang dicontoh oleh Eunike.
Sahabat NK, apa yang kita lakukan di hadapan anak, baik disengaja atau tidak, berpengaruh kepada diri anak tersebut. Bila yang dilihat anak kita adalah perbuatan yang jahat dan tidak pantas, maka anak pun akan melakukannya secara spontan. Oleh karenanya, berikanlah teladan yang baik kepada anak-anak kita. Sikap yang baik tersebut antara lain: suka membaca firman Tuhan, berdoa, jujur, setia beribadah, suka memberi, dan lainnya. Tinggalkanlah kehidupan yang berkesan baik kepada anak-anak kita. Sehingga kelak di kemudian hari, mereka bisa menjadi orang-orang yang dapat diandalkan dan menjadi berkat bagi orang banyak. ***[TT]


MENGIKIS PERKATAAN KOTOR

“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23)

Bergurau tentu saja tidak dilarang. Namun, apabila gurauan itu sudah menjurus kepada perkataan kotor dan najis, kita harus siap-siap menghentikannya. Biasanya bila sedang asyik ngobrol dengan seorang teman, tanpa disadari perkataan kita kemudian menjurus kepada kata-kata yang seharusnya tidak pantas untuk diucapkan. Sebab perkataan jorok yang keluar dari mulut seseorang, menandakan bahwa hatinya pun begitu.
Penulis Amsal mengingatkan mengenai pentingnya menjaga hati dengan waspada. Waspada berarti siap siaga setiap saat, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Mengapa hati kita perlu dijaga? Karena dari hati inilah yang menentukan siapa diri kita sebenarnya. Hal ini bisa terlihat dari perkataan yang diucapkannya sebagai curahan isi hatinya. Bila perkataan kotor yang keluar, menandakan hatinya kotor. Akibatnya, kehidupannya menjadi tidak sehat.
Menjaga hati tetap suci, termasuk dalam hal berkata-kata adalah hal yang sangat penting. Bila tidak waspada, maka bisa keluar kata-kata kotor dari mulut kita. Dan bila ini dibiarkan akan menyebar ibarat penyakit kanker ganas yang merusak seluruh tubuh. Satu perkataan kotor dibiarkan keluar dari mulut kita akan membawa kita kepada perkataan kotor berikutnya. Sampai akhirnya, tanpa disadari seluruh kehidupan kita telah berubah karena pengaruh perkataan yang tidak dijaga.
Sahabat NK, marilah kita berhati-hati dalam berkata-kata. Sewaktu bergurau dengan teman, tetaplah jaga perkataan kita. Bila pembicaraannya sudah nyerempet kepada hal-hal kotor, sebaiknya dihindari dan dialihkan topik pembicaraannya. Buanglah segala perkataan kotor dari kamus hidup kita (Kolose 3:8). ***[TT]


SELINGKUH ITU INDAH?

“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibr. 13:4)

Setiap hendak pulang kerja, seorang suami selalu membayangkan wajah istrinya yang tidak menarik. Bagaimana bisa menarik, kalau mandi pun belum, rol rambut masih nempel di seluruh kepala, memakai daster yang itu-itu lagi, duduk di kursi sambil matanya tertuju kepada TV, sedangkan rumah masih berantakan. Maunya, pulang dari kerja, disambut istrinya yang sudah mandi dan berbau harum, kemudian ditanya, “Sayang, mau minum apa?” atau “Mau mandi sekarang atau nanti? Pakai air hangatkah?” atau “Capek? Dipijatin ya?” dan serangkaian kata-kata mesra yang lain. Tapi pertanyaan seperti itu tidak pernah muncul dari bibir istrinya. Ya, minimal waktu makan, istri duduk menemani makan sambil kongkow hal-hal ringan, setelah capek kerja di kantor.
Melihat suasana (yang terus menerus) seperti itu, jam pulang kantor menjadi tidak menggairahkan. Ingin rasanya ia tetap ditemani oleh teman perempuannya di kantor, yang kalau bicara lebih nyambung, lebih hangat dan lebih perhatian dibanding istrinya. Ingin ia lebih dekat lagi dengannya di banding istri yang menjemukan di rumah.
Jika perasaan ini yang Anda alami, Anda sedang masuk daerah ‘lampu merah’ – daerah terlarang. Harus dihindari. Mengapa? Karena Iblis sedang memasang jerat bagi Anda. Coba kita pikir secara logis. Teman kantor rapi, karena ia mau bekerja dan aturan pekerjaan mengharuskan ia tampil rapi. Anda ‘kenal’ dengannya hanya sepintas, tidak seperti istri di rumah. Mungkin kalau menjadi istri, ia tidak lebih baik dengan istri yang ada di rumah, yang sudah teruji kesetiaannya hidup dengan Anda.
Sebagai laki-laki (biasanya yang selingkuh itu laki-laki, walau perempuan juga ada) harus bisa ‘mendidik’ istri supaya bisa keluar dari ‘kebiasaan buruknya’, memanfaatkan waktu yang ada dengan hal-hal positif. Bisa ikut kursus, pelatihan atau apapun baik di gereja atau dimana pun, asal positif. Positif berarti tidak melanggar Firman Allah dan bermanfaat bagi kesejahteraan keluarga, sehingga nama Tuhan dimuliakan. Jangan sekali-kali menghalalkan ‘SII’ di atas. Ingat, Allah tidak bisa dibohongi. ***[AR]

No comments: