Thursday, June 7, 2007

KEMAH SUCI DI HATIKU

“… kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14)

Saat Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan, mereka membangun sebuah kemah suci. Kemah itu merupakan tempat pertemuan Musa dengan Tuhan. Di atas kemah itulah, diam tiang awan dan tiang api sebagai tanda kehadiran Tuhan. Ketika kemah suci dipenuhi kemuliaan Tuhan, tidak ada satupun orang Israel yang berani mendekat apalagi memasukinya. Jika mereka masuk, mereka pasti mati. Begitu pula ketika Bait Suci dibangun, hanya para imam yang dapat masuk ke ruangan Bait Suci untuk membakar ukupan bagi Tuhan, sementara umat Tuhan yang lain hanya dapat berkumpul di pelataran bait suci untuk mempersembahkan korban penebusan dosa.
Namun, ketika Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia, kekudusan itu diberikan lewat penebusan dosa manusia di kayu salib. Setiap orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dalam hidupnya sudah dikuduskan oleh darah-Nya. Kita tidak perlu lagi mempersembahkan korban atau berpuasa ketika hendak bertemu dengan Tuhan. Kapanpun dan di manapun kita bisa datang kepada Tuhan.
Mungkin karena itulah, banyak dari kita yang melupakan dan tidak menghargai kekudusan yang telah Tuhan berikan lewat karya penebusanNya di kayu salib. Karena begitu mudahnya kita meminta ampun atas dosa yang kita perbuat, kita justru melakukan dosa itu lagi. Kita tetap mencemarkan hidup kita dengan berbagai macam dosa dan hal-hal yang mendukakan hatiNya. Maka tak heran jika kehidupan rohani kita meredup hari demi hari. Karena Tuhan sudah tidak berkenan lagi atas hidup kita. Dia tidak dapat lagi tinggal di hati kita karena dosa-dosa yang kita lakukan. Oleh karena itu marilah kita tempatkan lagi kemah suciNya di hati kita, dengan menjaga kekudusan hidup kita, supaya Tuhan berkenan, hadir dan berkuasa atas hidup kita. Sebab tanpa kekudusan, Tuhan tidak dapat berkuasa atas hidup kita. *** [JN]



TENTARA YANG INGIN PULANG

Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, … berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (Lukas 15:20)

Usai berperang, seorang tentara berencana pulang ke negeri kelahirannya. Ia menelepon orang tuanya dan mengabarkan bahwa dia akan segera kembali ke rumah dan ia ingin membawa sahabatnya pulang bersamanya. Namun sahabatnya terluka parah dalam pertempuran sehingga kehilangan satu tangan dan satu kakinya. Dengan rasa prihatin ayahnya berkata bahwa mereka tidak dapat membawa seseorang yang cacat seperti itu untuk tinggal bersama mereka karena hanya akan menambah kesulitan baru kepada keluarga mereka. Sang Ayah juga berkata bahwa sahabatnya akan menemukan cara untuk menghidupi dirinya sediri.
Setelah mendengar jawaban itu, dengan sedih si anak menggantung teleponnya. Beberapa hari kemudian orang tuanya menerima telepon dari polisi di tempat anaknya ditugaskan untuk berperang. Anak mereka terjatuh dari sebuah gedung dan polisi mengidentifikasikan sebagai kasus bunuh diri. Orang tua yang berdukacita tersebut segera berangkat ke tempat kejadian. Mereka mengenali jenazah anaknya, tetapi mereka menemukan sesuatu yang belum mereka ketahui, anaknya hanya mempunyai satu tangan dan satu kaki.
Seringkali kita juga menjadi orang tua yang tidak dapat mengerti keadaan anak-anak kita. Keadaan mereka, baik fisik, mental, dan yang lainnya, membuat kita malu sebagai orang tuanya. Namun mereka justru butuh dukungan dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka butuh sebuah penerimaan dan pengertian.
Tunjukkan kasih kita kepada mereka dengan belajar menerima mereka apa adanya. Bagaimanapun, seorang anak adalah pemberian Tuhan. Ampuni mereka jika mungkin mereka berbuat sebuah kesalahan. Syukuri keadaan mereka dan tetap doakan mereka dengan kasih. Karena dengan sebuah penerimaan membuat mereka merasa dihargai oleh keluarga yang mengasihinya. Dengan begitu, kasih Kristus akan nyata dalam sebuah keluarga. ***[JN]

No comments: