Thursday, June 7, 2007

BUKAN LAGI AKU…

Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi Aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku… (Roma 7:20)

“Mengapa saya tidak dapat menguasai diri? Saya tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tetapi rasanya saya tidak mampu melakukannya!” Keluhan ini diucapkan oleh seorang suami yang datang kepada saya untuk meminta nasihat. Keluhan semacam itu, bukanlah yang pertama kali saya dengar. Sebenarnya itu adalah pengalaman yang sangat umum. Rasul Paulus juga pernah merasakan hal yang sama ketika ia berkata, ”…..Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.”
Paulus membedakan antara dirinya sendiri dan kekuatan di dalam dirinya yang tidak dapat dikendalikan yaitu, “bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku”. “Aku” adalah pribadi Paulus, jiwa, kehendak dan pikirannya. “Dosa” yang ada di dalam dia adalah kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, sama halnya dengan kita.
Sahabat NK, kita semua mewarisi temperamen dasar yang terdiri dari temperamen yang baik dan yang tidak baik. Tapi syukur kepada Allah karena Kristus telah mengubah temperamen kita yang kasar, liar dan tidak terkendali menjadi manusia Allah yang lemah lembut dan hidup dalam penguasaan diri.
Mari kita tanyakan kepada suami, istri, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, adakah kita mengalami perubahan temperamen dalam membangun komunitas keluarga sejak kita terima Kristus menjadi pusat hidup kita? Jika kita masih hidup dalam temperamen manusia lama, hari ini masih ada kesempatan bagi kita untuk berubah menjadi manusia rohani yang lebih lemah lembut, sabar dan penuh dengan kasih Kristus, sehingga kita dapat mengatasi perbedaan temperamen dalam keluarga. ***[RB]


JUJURLAH PADA-KU

“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Matius 5:37)

“Jujurlah padaku bila kau tak lagi cinta…” demikianlah ungkapan Ian Kasela, sang vokalis band Radja. Sikap jujur itu sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah hubungan. Sebab tanpa kejujuran, maka hubungan yang pernah dibangun akan mengalami keretakan. Demikian juga dalam sebuah pernikahan. Kejujuran itu adalah nilai esensial guna membangun hubungan komunikasi dalam keluarga. Tanpa adanya kejujuran di dalam keluarga maka keluarga itu tidak akan pernah mengalamii kebahagiaan.
Kalau kita saksikan dalam infotainment di televisi, kebanyakan perceraian rumah tangga di kalangan selebriti terjadi karena tidak berani berkata jujur pada pasangan masing-masing. Ketidakjujuran ini dipakai sebagai alat pemicu untuk mengambil jalan pintas perceraian dengan alasan tidak cocok, padahal permasalahnnya hanya tidak jujur.
Ketika saya dan istri masih berpacaran, satu kata yang menandai ekspresi cinta kami adalah: jujur. Saya berkeyakinan bahwa berkata jujur kepada semua anggota keluarga adalah salah satu kunci untuk mengalami suasana sorga dalam keluarga.
Suatu saat didapati seorang suami yang tidak jujur terhadap pasangannya, hal ini berakibat buruk terhadap pasangannya, berhari-hari tidak terjadi komunikasi dan saling mendiamkan diri. Suatu waktu sang suami mendapat sebuah ide bagaimana supaya mereka bisa kembali saling menegur atau menyapa satu sama lain. Di siang hari sang suami menyalakan obor, kemudian mencari–cari sesuatu seperti kehilangan sesuatu benda. Dengan sangat heran sang istri bertanya “Papa, sedang cari apa? Dengan senang hati sang suami berkata, “Nah… itu yang aku cari!”
Dalam hidup ini kita harus memelihara kejujuran, sebab kejujuran itu akan membawa rumah tangga kita menuju keluarga yang harmonis dan diberkati. ***[RB]


RAHASIA PANJANG UMUR

“Hormatilah ayah dan ibumu –ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”
(Efesus 6:2-3).

Setiap orang pasti merindukan kehidupan yang panjang umur. Dalam sebuah syairnya, Chairil Anwar berkata, “Aku mau hidup seribu tahun lagi.” Untuk mencapai usia yang panjang, berbagai cara diusahakan orang. Dengan mengkonsumsi vitamin misalnya, berolah raga secara teratur, minum jamu, minum jus buah-buahan, minum teh hijau, menjaga makanan yang mengandung kolestrol, dan sebagainya. Semua usaha tersebut memang baik, tetapi Alkitab memberi resep manjur panjang umur: Hormatilah orang tua!
Dalam Alkitab, menghormati ayah dan ibu merupakan perintah Tuhan kelima dari sepuluh perintah Allah. Perintah ini merupakan perintah penting (diulangi 7 kali dalam Alkitab). Mengapa? Sebab dengan menghormati atau berbuat bakti kepada orangtua, maka kehidupan kita akan diberkati.
Janji berkat itu berupa umur panjang. Panjang umur di sini tidak hanya berbicara mengenai kuantitas hidup, tetapi juga kualitas. Apa gunanya panjang umur jika kemudian sakit-sakitan? Jadi, panjang umur itu menyertakan berkat-berkat seperti pemenuhan kebutuhan sehari-hari, diberi kesehatan, diberi sukacita dan damai sejahtera, dan usaha pekerjaan kita menjadi berhasil.
Sikap menghormati orangtua ini bisa berupa perhatian, merawat dan mencukupi kebutuhannya. Di saat lain kita bisa membelikan makanan kesukaannya, atau bisa juga mengajaknya untuk refreshing ke tempat rekreasi. Kesempatan untuk menghormati orangtua kita adalah selagi mereka hidup. Bila mereka telah tiada, maka semua pemberian kita yang enak-enak akan menjadi sia-sia, sebab mereka tidak bisa menikmatinya. Ingin umur panjang berkualitas? Taati resep manjur a la Alkitab dengan menghormati orang tua. ***[TT]

No comments: